Kamis, 30 Juli 2015

Mimpi buruk -_-



Rabu, 24 Juni 2015
Semalam aku bermimpi buruk. Di mimpi itu, kukira aku sudah duduk di kelas XI, tapi hari pertama masuk kami diberi tes terlebih dahulu. Tes sejarah! Pelajaran yang tidak pernah kusukai. Anehnya, materi yang ditanyakan sudah diajarkan di kelas X, jadi tes tersebut semacam ‘penyegaran daya ingat’. Tentu saja aku terkejut. Aku mencoba mengingat-ingat nama-nama pangeran dan kerajaan yang dipimpinnya. Aku mengingat buku cetak dengan kertas buram yang kami gunakan dulu, tapi tulisan disana berputar-putar. Mengacaukan penglihatanku. Aku ingat beberapa nama namun lupa di kerajaan mana. Itu baru satu soal. Ada tiga soal di mimpi tersebut dan untungnya sudah kujawab dua soal. Aku lupa apa yang ditanyakan. Sisa satu. Teman-temanku sudah pada selesai. Aku semakin berkeringat. Seorang teman memberitahuku satu nama, tapi aku asing dengan nama itu. Aku mencetuskan bahwa aku ingin mengerjakannya sendirian. Dan begitulah, aku menulis nama yang tiba-tiba muncul di ingatanku dan ketika hendak mengumpulkan, guru kami melanjutkan ke hal lain. Berarti aku satu-satunya yang ditunggui. Aku tidak pernah menjadi yang terakhir sejauh ingatanku. Dan rasanya benar-benar mengerikan.

Mimpi memang aneh. Entah ada acara sejenis fun bike atau sekedar bersepeda biasa, aku dan teman-teman sekelas telah siap dengan sepeda masing-masing. Seorang pria dewasa, yang tampaknya menjadi pendamping kami, mengacuhkanku ketika aku bertanya padanya. Dia baru menjawab ketika kukasarkan sedikit bicaraku, itupun tanpa menatapku. Teman-teman di sekitarku pun tidak memedulikanku. Akhirnya, pria tadi memberi instruksi bahwa mahasiswa jalan duluan, baru anak laki-laki dari kelasku dan baru kami para perempuan. Kami pun mulai mengayuh. Tapi ketika keluar gerbang, aku tidak mengenali siapapun. Sekelompok orang berseragam hitam-oranye terlihat bergerombol di jalan raya. Itu memang kelompokku. Aku pun terjun ke jalanan. Dan entah bagaimana kejadiannya, aku memasuki sebuah gang sempit. Dan disana terdapat keluarga besarku menungguku. Seorang gadis kecil yang kutahu bahwa ia sepupuku, memberikanku sebuah kertas yang tampaknya begitu berarti karena dalam mimpi tersebut aku berterimakasih dengan sangat kepadanya dan melontarkan pujian manis.

Aku melepaskan sepeda dan mengobrol dengan keluargaku, lalu aku memasuki sebuah bilik. Didalamnya ada seorang wanita berjilbab. Dia guru matematikaku! Sedang mengurus sesuatu yang seperti—aku pun heran—tikus mondok telanjang! Aku didalam sana cukup lama karena aku hendak menunggu teman-temanku lewat. Karena tak kunjung terlihat, kutanya pada guruku “mana mereka?” dan guruku bilang “mereka sudah lewat daritadi”. Ya ampun! Aku segera mengambil sepedaku tapi tidak kukendarai. Sesampainya di jalan raya yang sama, hari sudah malam.

Jalanan sudah sepi. Aku ingat jalan raya seperti itu ada di depan rumah nenekku di Sumbawa Besar, hanya saja ada pemisah antarjalur-nya. Ketika aku sedang menenteng sepedaku dalam diam, kulihat segerombolan orang dengan pakaian hitam-oranye sedang bersepeda ke arahku. Mereka ribut, aku berhenti untuk memastikan dan mereka bahkan tidak melihatku.  Aku melanjutkan perjalanan.

Kemudian kulihat dua orang laki-laki sedang tertidur di pembatas jalan yang terbuat dari beton. Ketika aku lewat, mereka terbangun. Dari rambut acak dan badan yang goyah, kulihat mereka mabuk! Aku mengenal salah seorang diantara mereka, dan orang yang satunya, yang tidak kukenal, berdiri dengan cepat. Jarak kami sudah dekat dan sepertinya dia hendak menyerangku. Aku pun mengantisipasinya dengan mengangkat sepedaku tapi ternyata yang kugenggam adalah sapu! Sejenak aku berpikir “sejak kapan sepeda jadi sapu?” Dan melihatku melakukan perlawanan, dia marah. Dia mengejarku! Mereka mengejarku! Mereka melempariku dengan sebongkah batu. Bodoh sekali aku tidak mengambil batu itu, aku hanya melihat bahwa batu tersebut runcing di salah satu ujung. Aku kembali berlari. Kulihat mereka mengambil batu yang tadi dan melemparkannya lagi kepadaku. Ayunan kaki yang nyaris jatuh namun meyakinkan itu memaksaku untuk berlari dengan cepat. Aku terus berlari lalu berbelok ke sebuah rumah. Syukurlah rumah itu adalah rumah nenekku. Dan dengan segera aku terbangun.

Mimpi yang kualami tadi malam membuatku cukup terpukul. Bagaimana tidak? Selain yang kuceritakan diatas, ada adegan bahwa salah seorang pamanku tidak mau menerima tanganku untuk bersalaman. Seorang sahabatku dan beberapa teman lainnya mengerjaiku di bawah pohon mangga dengan menjatuhkan sebuah bawang merah raksasa berwarna seperi semangka! Semua tidak masuk akal! Mimpi tersebut  seperti film dokumenter yang mengisahkan tentangku, seperti benar-benar terjadi. Dan begitu terbangun, aku begitu lega bahwa itu cuma mimpi.
Orang bilang, tidur di ruangan dingin akan meningkatkan frekuensi terjadinya mimpi buruk. Malam tadi aku memang tidur di ruangan ber-AC dengan selimut membungkus diriku. Aku pun membenarkan pendapat tersebut, yang memang didasarkan pada penelitian yang pernah dilakukan.
DELLA