Rabu, 24 Juni 2015
Semalam aku bermimpi buruk. Di
mimpi itu, kukira aku sudah duduk di kelas XI, tapi hari pertama masuk kami
diberi tes terlebih dahulu. Tes sejarah! Pelajaran yang tidak pernah
kusukai. Anehnya, materi yang ditanyakan sudah diajarkan di kelas X, jadi tes
tersebut semacam ‘penyegaran daya ingat’. Tentu saja aku terkejut. Aku mencoba
mengingat-ingat nama-nama pangeran dan kerajaan yang dipimpinnya. Aku mengingat
buku cetak dengan kertas buram yang kami gunakan dulu, tapi tulisan disana
berputar-putar. Mengacaukan penglihatanku. Aku ingat beberapa nama namun lupa
di kerajaan mana. Itu baru satu soal. Ada tiga soal di mimpi tersebut dan
untungnya sudah kujawab dua soal. Aku lupa apa yang ditanyakan. Sisa satu.
Teman-temanku sudah pada selesai. Aku semakin berkeringat. Seorang teman
memberitahuku satu nama, tapi aku asing dengan nama itu. Aku mencetuskan bahwa
aku ingin mengerjakannya sendirian. Dan begitulah, aku menulis nama yang
tiba-tiba muncul di ingatanku dan ketika hendak mengumpulkan, guru kami
melanjutkan ke hal lain. Berarti aku satu-satunya yang ditunggui. Aku tidak
pernah menjadi yang terakhir sejauh ingatanku. Dan rasanya benar-benar
mengerikan.
Mimpi memang aneh. Entah ada
acara sejenis fun bike atau sekedar bersepeda biasa, aku dan teman-teman
sekelas telah siap dengan sepeda masing-masing. Seorang pria dewasa, yang
tampaknya menjadi pendamping kami, mengacuhkanku ketika aku bertanya
padanya. Dia
baru menjawab ketika kukasarkan sedikit bicaraku, itupun tanpa menatapku. Teman-teman
di sekitarku pun tidak memedulikanku. Akhirnya, pria tadi memberi instruksi bahwa
mahasiswa jalan duluan, baru anak laki-laki dari kelasku dan baru kami para
perempuan. Kami pun mulai mengayuh. Tapi ketika keluar gerbang, aku tidak
mengenali siapapun. Sekelompok orang berseragam hitam-oranye terlihat
bergerombol di jalan raya. Itu memang kelompokku. Aku pun terjun ke jalanan.
Dan entah bagaimana kejadiannya, aku memasuki sebuah gang sempit. Dan disana terdapat keluarga
besarku menungguku. Seorang gadis kecil yang kutahu bahwa ia sepupuku,
memberikanku sebuah kertas yang tampaknya begitu berarti karena dalam mimpi
tersebut aku berterimakasih dengan sangat kepadanya dan melontarkan pujian
manis.
Aku melepaskan sepeda dan
mengobrol dengan keluargaku, lalu aku memasuki sebuah bilik. Didalamnya ada
seorang wanita berjilbab. Dia guru matematikaku! Sedang mengurus sesuatu yang
seperti—aku pun heran—tikus mondok telanjang! Aku didalam sana cukup lama
karena aku hendak menunggu teman-temanku lewat. Karena tak kunjung terlihat, kutanya
pada guruku “mana mereka?” dan guruku bilang “mereka sudah lewat daritadi”. Ya
ampun! Aku segera mengambil sepedaku tapi tidak kukendarai. Sesampainya
di jalan raya yang sama, hari sudah malam.
Jalanan sudah sepi. Aku ingat jalan raya
seperti itu ada di depan rumah nenekku di Sumbawa Besar, hanya saja ada pemisah
antarjalur-nya. Ketika aku sedang menenteng sepedaku dalam diam, kulihat
segerombolan orang dengan pakaian hitam-oranye sedang bersepeda ke arahku.
Mereka ribut, aku berhenti untuk memastikan dan mereka bahkan tidak melihatku. Aku melanjutkan perjalanan.
Kemudian kulihat dua orang
laki-laki sedang tertidur di pembatas jalan yang terbuat dari beton. Ketika aku
lewat, mereka terbangun. Dari rambut acak dan badan yang goyah, kulihat
mereka mabuk!
Aku mengenal salah seorang diantara mereka, dan orang yang satunya, yang tidak
kukenal, berdiri dengan cepat. Jarak kami sudah dekat dan sepertinya dia hendak
menyerangku. Aku pun mengantisipasinya dengan mengangkat sepedaku tapi ternyata
yang kugenggam adalah sapu! Sejenak aku berpikir “sejak kapan
sepeda jadi sapu?”
Dan melihatku melakukan perlawanan, dia marah. Dia mengejarku! Mereka
mengejarku!
Mereka melempariku dengan sebongkah batu. Bodoh sekali aku tidak mengambil batu
itu, aku hanya melihat bahwa batu tersebut runcing di salah satu ujung. Aku
kembali berlari. Kulihat mereka mengambil batu yang tadi dan melemparkannya
lagi kepadaku. Ayunan kaki yang nyaris jatuh namun meyakinkan itu memaksaku
untuk berlari dengan cepat. Aku terus berlari lalu berbelok ke sebuah rumah. Syukurlah
rumah itu adalah rumah nenekku.
Dan dengan segera aku terbangun.
Mimpi yang kualami tadi malam membuatku cukup
terpukul. Bagaimana tidak? Selain yang kuceritakan diatas, ada adegan bahwa
salah seorang pamanku tidak mau menerima tanganku untuk bersalaman. Seorang
sahabatku dan beberapa teman lainnya mengerjaiku di bawah pohon mangga dengan
menjatuhkan sebuah bawang merah raksasa berwarna seperi semangka! Semua tidak
masuk akal! Mimpi tersebut seperti film
dokumenter yang mengisahkan tentangku, seperti benar-benar terjadi. Dan begitu
terbangun, aku begitu lega bahwa itu cuma mimpi.
Orang bilang, tidur di ruangan dingin akan
meningkatkan frekuensi terjadinya mimpi buruk. Malam tadi aku memang tidur di
ruangan ber-AC dengan selimut membungkus diriku. Aku pun membenarkan pendapat
tersebut, yang memang didasarkan pada penelitian yang pernah dilakukan.
DELLA